Selasa, 24 Maret 2015

perestiwa HAM Timor Leste


Timor Leste adalah negara baru yang berdiri secara resmi berdasarkan jajak pendapat tahun 1999. Dulunya, ketika masih tergabung dengan Republik Indonesia bernama Timor Timur, propinsi ke-27. Pemisahan diri Timor Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan oleh milisi yang kecewa dengan hasil referendum. Ada yang menengarai tindakan tersebut didukung oleh pihak militer Indonesia, meskipun hal itu dibantah oleh pihak keamanan Indonesia. Hubungan Indonesia sendiri dengan Timor Leste belakangan membaik meski ada beberapa kasus. Pada 20 Januari 2006, Presiden Eks-Timor Timur, Xanana Gusmao menyampaikan laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (CAVR) kepada Sekjen PBB. Dalam laporan itu disebutkan telah terjadi pembantaian terhadap 102.800 warga Timor Timur dalam kurun waktu 24 tahun, yakni ketika Timtim masih tergabung dengan Indonesia (1974-1999). Sekitar 85 persen dari pelanggaran HAM, menurut laporan CAVR, dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia.

Setelah Pemerintah RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut masa depan Timor Timur yaitu menerima atau menolak otonomi khusus, maka pada tanggal 5 Mei 1999 di New York ditandatangani perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugal di bawah payung PBB, tentang penyelenggaraan jajak pendapat di Timor Timur termasuk pengaturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Timor Timur.
Sejak opsi diberikan, terlebih setelah diumumkannya hasil jajak pendapat, berkembang berbagai bentuk tindak kekerasan yang diduga merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia. Kekerasan di Timor Timur menguat setelah militer Indonesia memasuki wilayah tersebut sejak tahun 1975 dengan pembentukan dan penggalangan sipil bersenjata yang dikemudian hari disebut WANRA. Sebagain dari tenaga-tenaga tersebut diorganisir ke dalam TNI melalui program militerisasi atau milsas dan digaji sebagai tentara reguler.

KPP HAM memusatkan perhatian pada kasus-kasus utama sejak bulan Januari sampai dengan bulan Oktober 1999 . Kasus-kasus itu meliputi: pembunuhan dikompleks Gereja Liquica, 6 April; penculikan enam orang warga Kailako, Bobonaro 12 April; pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro; penyerangan rumah Manuel Carrascalao, 17 April ; penyerangan Diosis Dili, 5 September ; penyerangan rumah Uskup Belo, 6 September ; pembakaran rumah penduduk di Maliana, 4 September ; penyerangan kompleks Gereja Suai, 6 September; pembunuhan di Polres Maliana, 8 September; pembunuhan wartawan Belanda Sander Thoenes, 21 September; pembunuhan rombongan rohaniwan dan wartawan di Lospalos 25 September ; dan kekerasan terhadap perempuan. Kasus-kasusnya, yaitu Kasus Pembantaian di kompleks Gereja Liquica, Kasus pembunuhan warga Kailako, Penyerangan rumah Manuel Carrascalao, Penyerangan Diosis Dili, Penyerangan Rumah Uskup Belo, Penghancuran massal dan pembunuhan di Maliana, Pembunuhan massal di kompleks Gereja Suai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar